October 15, 2008

si kunyit

Sudah dua bulan ini kelakuan Mboy aneh sekali. Ia selalu menjaga jarak dengan kami semua. Mendesis-desis setiap kali Mimin bergelayut ingin dimanja.

Memamerkan taring tajamnya setiap Pippy datang mendekat. Dia nggak pernah mau tidur di rumah lagi.

Hanya datang dari atap belakang ketika waktu makan tiba dan segera pergi begitu makanan dalam mangkuknya habis.


Rasanya saya dapat menduga. Semenjak insiden kabur dari rumah -ketika suami saya hendak membawanya ke dokter untuk disteril- Mboy tak lagi mau diam di rumah. Dan ketika perutnya buncit dan kemudian langsing kembali. Ah… Saya tahu, dia sudah melahirkan somewhere di suatu tempat.


Yang saya sedih, kali ini ia tak mempercayai lemari baju saya untuk tempat ia dan anak-anaknya bermukim.
Tapi setiap kali kami bertemu, saya selalu berkata kepada Mboy.

“Mbok ya anak-anakmu diajak kemari toooh”
“miau!”
“dikenalin gitu sama kita-kita”
“Miau!”

Entah si Mboy mengerti atau tidak. Dua hari lalu, ketika tukang yang bermukim di kapling kosong yang ada di belakang memulai kembali aktifitasnya -menumpuk batang baja, bambu, genteng dan teman-temannya- Mengusik ketentraman keluarga Mboy.


Hingga siang itu ia putuskan untuk hijrah dan bermukim kembali di rumah kami. Miau-miau menyuruh anaknya naik tembok belakang dan pindah ke halaman belakang rumah kami.


“berapa ekor anaknya, Hany?” tanya suami saya melalui telpon.
“ada dua” sahut saya gemas. Soalnya, lucu-lucu sih. “kayaknya udah satu bulan.” Umurnya maksud saya. “warnanya?” suami saya tak sabar.
“yang satu warnanya putih. Satu lagi warna putih kuning. Hmmm.. kita kasih nama apa ya?”
“ hmmmm.. franky ajah” “huahahaha….!!!!” Rasanya nggak hanya saya yang ketawa, Pippy yang lagi mandi kucing di pojok kamar kelihatannya ikutan nyengir deh.

Nah, lalu kenapa anak kucingnya ada tiga ekor? Bukannya anaknya si Mboy ada dua ekor? Oh ini ada kisahnya tersendiri.

Begini ceritanya, di hari yang sama ketika Mboy dan anak-anaknya datang dan bermukim di halaman belakang. Saya me-rescue anak kucing yang tercebur dan nggak bisa naik dari selokan di taman depan. Semula saya kira anaknya si Imut *masih inget kan? Si Imut kucing milik pak RT* Rupanya bukan.

Perkenalan pertama saya dengan jagoan kecil ini cukup diwarnai dengan pemberontakan dan cakaran kecil darinya. Ah… sakitnya tak seberapa. Tapi perjuangannya untuk bertahan hidup membuat saya iba padanya. Sepertinya kucing kecil ini yang saya dengar miau-miau terus dari pagi.

“ada kucing miau-miau di depan” lapor saya pada suami. *via telpon tentunya. Dia kan lagi ngantor*
“Tunggu apa lagi?” tanyanya “Kepalang basah. Sembilan ekor sekalian kita pelihara” lanjutnya lagi.

Ah.. senyum saya mengembang. Saya sudah mendapat restu.

Sedetik pertama ketika mata kami berpandangan *cailaaah!* saya tahu. Nama yang tepat baginya adalah KUNYIT. *bersama dengan ini saya mohon ijin kepada mbak (duh maaf saya lupa namanya)-temennya mbak TJ-. Yang juga punya kucing yang bernama Kunyit. Untuk memakai nama yang sama untuk kucing kecil hiperaktif ini*

Ternyata yang jatuh iba, tidak hanya saya seorang. Tapi juga Mboy. Mulanya si Mboy masih mendesis-desis marah ketika kucing kecil ini saya dekatkan padanya. Tapi tak lama kemudian, si Kunyit ini sudah berguling manja dan menyusu bersama-sama si putih dan kuning putih kepada Mboy.

Nah, untuk sementara Mboy sekeluarga tinggal di halaman belakang. Kardus bekas sepatu suami saya berisi handuk, saya letakkan di pojok di bawah meja makan. Untuk mereka tinggal tentunya.


Apakah dunia persilatan kemudian akan tenang begitu saja? Tentu tidak. Yang paling keras menentang kehadiran penghuni baru di rumah ini, tentu saja adalah Pippy seorang eh seekor ding. Berhubung si gendut ini adalah si godmother di rumah ini. *yaaah.. seperti mafia-mafia itulaaah* dia paling nggak suka melihat makhluk kecil yang berlari-lari tanpa arah itu.

Nah, puncaknya ketika acara makan siang pertama mereka semua di halaman belakang. Si godmather ini sudah pasang tampang juteknya ketika saya mulai meracik makanan mereka. Mendesis tajam dan memasang wajah segarang mungkin ketika ia melangkah menuju ruang belakang.
Tapi begitu ketiga kucing kecil ini muncul sembari berlompatan riang gembira. Mau tahu siapa yang kabur duluan dan paling kencang larinya?

Pippy! :D

Mimin sih nggak peduli. Memasang wajah akutakpeduliapayangterjadi dot kom. Hanya Kiki yang sedikit perasa. Akibatnya dia kehilangan nafsu makannya. Si Joni, persis seperti ibunya, memasang tampang paling serem. Tentu ditambah dengan bumbu-bumbu desisan yang menakutkan. Koko pun kelihatan ingin menelan mereka bulat-bulat! Hah!

Tapi untunglah, hari ini mereka sudah mulai saling kenal. Hanya Pippy yang masih ogah datang ke halaman belakang. Terpaksa saya yang mengalah dan mengantar mangkuk makanannya. Si Kunyit dan si Franky ikut makan di piring emaknya. Si putih malah sudah ikut makan bareng di mangkuknya mpus Mimin.

Dan mpus Kiki sudah dapat makan dengan tenang. Ah… senangnya.


Serpong 13 oktober 2008 20.00 malem (nungguin yayangnya pulang kantor nih)

0 comments: